11. KAJIAN SIMBOL ‘Tha Ha’
Thaa Haa . (QS. 20:1)
Thaa Siin . (Surat) ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an, dan (ayat-ayat) Kitab
yang menjelaskan, (QS. 27:1)
Thaa Siin Miim (QS. 28:1)
Ini adalah
ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah). (QS. 28:2)
Menghantarkan kajian kehadapan sidang pembaca.
Kembali bahwa kajian ini adalah sebatas pemahaman penulis. Untuk menambah
keyakinan (diri) penulis. Diungkap sebagaimana khabar saja. Jika
bermanfaat maka kebenaran datangnya dari Allah.
Serasa berdoa kepada_Nya agar terlindung dari
kemudharatan atas ini. Maka dalam keyakinan niat ‘membaca’, atas hal yang ingin di komunikasi kan Al qur an
kepada kita. Kajian ini dihadirkan dalam permohonan perlindungan Allah SWT yang
Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ruang antar dimensi
Kita sudah sering mendengar adanya ruang antar
dimensi. Dalam istilah tasawuf juga dikenal kalimat metafora yang
berkonotasi adanya suatu tempat (mighrab/tabir) yang memiliki makna hampir
mendekati makna ruang. Kita seperti diperkenalkan istilah ‘ruang Allah’ atau ‘kelas
Allah’ atau dengan istilah yang lebih familier lagi adalah istilah
‘rumah
Allah’. Yaitu suatu ruang tersendiri yang akan menjebatani antara
dimensi. (Yaitu) dari dimensi satu ke dimensi lainnya lagi. Bisa saja dari
dimensi yang lebih tinggi kepada dimensi yang lebih rendah. Atau dari dimensi
yang lebih rendah ke dimensi yang lebih tinggi lagi.
Dalam pemahaman yang saya maksudkan ini, maka
ketika di dalam ruangan ini kita (telah) difasilitasi untuk mengatasi
problematika segala macam kesulitan bahasa manusia (di pahamkan dengan
sendirinya). Sehingga ketika berada di ruangan ini, kita seakan-akan
seperti sedang (dalam keadaan) berdialog dengan makhluk lainnya yang memiliki
ordo dalam dimensi lebih rendah, misalnya dengan binatang, tumbuhan, dengan
angin dan banyak lagi yang lainnya. Atau bahkan dengan makhluk-makhluk yang tak
kasat mata. Dengan jin, syetan atau lainnya.
Mereka berdua di fasilitasi di ruang ini untuk saling bertukar informasi.
Dalam bahasa mereka
sendiri. Bahasa yang dimengerti oleh kedua makhluk yang saling
berkomunikasi. Dua makhluk yang berbeda dalam satu bahasa yang
sama.
Ruang yang saya maksudkan ini tentunya bukan
sebagaimana ruang yang ada di alam materi. Ruang ini lebih menyerupai keadaan ‘hal’
dimana ketika kita berada di dalam suasana ini, kita seakan-akan mengerti,
memahami dan sepertinya (memang) sedang berbicara langsung dengan entitas
yang kita ajak dialog itu. Meskipun mereka bukan bangsa manusia.
Al quran sendiri telah mengisyaratkan adanya ‘ruang’
ini. Ketika Nabi daud dan Nabi Sulaiman berbicara dengan para burung, semut,
angin dan gnung-gunung. Dan juga ketika Nabi Musa berbicara dengan Allah. Ruang
ini adalah ruang yang ‘sangat dekat’
dengan makhluk Allah. Atau ‘rumah Allah’. Inilah ruang yang dalam pemahaman saya disimbolkan dengan Tha Sin.
Ruang ini juga (mampu) memfasilitasi dimensi ghaib
dan realitas, sehingga karenanya manusia bisa berkomunikasi dengan
makhluk ghaib. Dan bahkan yang lebih fenomenal dan mungkin kontaversial
adalah jika ruang ini, (yaitu) dimaknai sebagai sebuah ruang
antara dimensi dimana kita bisa (serasa) berada ‘dekat’ dengan Allah,
berdialog dengan mesra dengan-Nya bagai dua orang kekasih, kita (seakan-akan)
berbicara dengan Allah di dalam ruang ini.
Ruangan
inilah yang saya usung dalam pemahaman yang disimbolkan dengan ‘Tha Ha’.
Mengapa saya sebutkan seakan-akan, sebab bagi
manusia biasa, ruang ini hanya ada dalam dimensi keyakinan. Hanya yang
melakukannya saja yang tahu hakekat sebenarnya. Sebagaimana ungkapan yang
sangat kontraversial dari Al Hallaj yang mengatakan bahwa ‘Ana Al Haq’. Menurut pemahaman penulis pada saat itu Al
Hallaj sedang berada di dalam ruangan yang di maksudkan tersebut (baca; suasana/hal).
Dalam ruangan ini, diri kitalah yang (nampak
oleh lainnya) sedang berdialog dengan diri sendiri. Suara-suara ‘entitas’ lain tersebut kadang
bermunculan melalui pita suara kita. Inilah yang terjadi pada umumnya. (Ada
kekecualian bagi orang-orang yang di kehendaki, seperti halnya para
nabi). Semisal dalang, maka sang dalang dapat menyuarakan apa saja.
Seluruh tokoh berbicara melalui sang dalang. Itulah yang nampak oleh
kita. Para nabi yang terpilih tentunya sudah di berikan ‘ruang’ khusus dimana para nabi akan di
undang untuk berdialog’ dengan-Nya. Seperti yang terjadi pada nabi Musa
as.
Namun tentunya akan berbeda kejadiannya
dengan dengan manusia biasa. Seperti halnya apa yang terjadi pada
Al Hallaj. Karena ungkapannya inilah, Al Hallaj harus menerima hukuman mati
yang mengenaskan. Ungkapan yang dikatakannya di tafsiri keliru. Keadannya yang
sedang berada di dalam ‘ruang’ ini di nampakkan kepada manusia lainnya. Padahal
‘dimensi ruang’ ini adalah dimensi yang sangat ‘pribadi’ antara ‘sang hamba’
dan ‘Kholik’. Dimensi yang berada
dalam ‘frekuensi’ khusus. Dan manusia
harus menjaganya agar tetap begitu. Tetap dalam ‘kerahasiaan’nya. Ruang
yang disediakan agar setiap manusia dapat berdua dengan Tuhannya. Jika
rahasia ini di uangkapkan pasti akan menimbulkan fitnah adanya.
Hal inilah nasib yang dialami Al Halaj. Hakaketanya
dia sedang berada di ‘ruangan ini’. Namun benarkah Al
Halaj tengah berdialog dengan Allah SWT ?, ataukah berdialog dengan entitas
yang lainnya?. Maka jawabnya adalah “walohualam bisawab”. Hanya Allah yang tahu
hakekat sebenarnya. Dalam realitasnya tidak ada satu manusiapun yang tahu
kebenarannya. Dimensi ini hanay ada dalam keyakinan Al Hallaj, yang
melakoninya. Di akherat nanti, Allah akan menjadi hakim atas
apa yang terjadi.
Kematian Al Hallaj waktu itu telah menggeparkan
dunia tasawuf , sehingga melahirkan sifat-sifat mutasawif ke arah yang lebih
arif dan bijak bagi generasi setelahnya. Dan mereka lebih hati-hati dalam
menjaga diri, saat sedang berada di dalam ‘ruangan’ ini. Mereka tidak lagi
menyengaja menampakkan diri hadapan manusia biasa, ketika sedang berada di ‘ruangan’
ini. Inilah hikmah yang dapat di ambil atas kejadian tersebut.
Namun kajian ini ingin berlepas dari spekulatif
itu. Kajian ini hanya ingin menghantarkan pemahaman penulis. Bahwasanya ruang
antara dimensi tersebut menurut keyakinan penulis adalah memang ada di sediakan
dan keadaannya telah diisyaratkan oleh Al qur an itu sendiri. Ruang yang
memfasilitasi agar manusia mampu berkomunikasi dengan entitas ‘jatidiri’
lainnya. Ruang itulah yang dalam
keyakinan penulis telah disimbolkan dan diisyaratkan dengan satu huruf
huruf Tha.
Merangkai makna yang terurai
Setelah Tha kita maknai sebagaimana pemahaman yang diulas dimuka,
maka selanjutnya akan dapat kita pahami jika Sin adalah, symbol
untuk untuk mewakili seluruh entitas yang diajak berkomunikasi. Sin adalah simbol seluruh makhluk Allah yang memiliki
‘jatidiri’. Seluruh entitas yang dalam pemahaman kita adalah ‘makhluk-makhluk’
ciptaan Allah. Baik dari golongan yang kita ketahui maupun dari yang tidak
ketahui. Dalam ruang ‘dialog’ ‘Tha Sin’ inilah seluruh
makhluk-makhluk Allah dapat berkomunikasi.
Sementara Ha sendiri telah kita urai maknanya dalam
kajian ‘Ha Mim’ sebelumnya.
Maka kita dapati makna dan pemahaman ‘Tha Ha’ dalam
suatu kesatuan makna. (Yaitu) Dalam ruang ‘dialog Tha Ha’ inilah manusia dapat bermunajat dan
berdialog dengan Allah SWT. Inilah rangkaian pemahama yang saya usung dalam
rangkaian kajian.
Kunci untuk memasuki ‘ruang Tha Sin’ ini, sudah pernah diajarkan Allah SWt,
kepada nabi Daud as dan Sulaiman as. Dan Allah memberikan ijin-Nya kepada
nabi Sulaiman as, untuk mengajarkan kepada siapa saja yang dikehendaki beliau.
Tanpa pertanggungjawaban. Artinya bahwa setelah ilmu ini di ajarkan,
manusia itu sendirilah yang akan memikul pertanggung jawabannya sendiri. Oleh
karenanya kita dapati sekarang banyak manusia bisa memasuki ‘ruang’
dimensi alam ghaib. Berbicara dengan para jin dan makhluk di dimensi itu.
Manusia juuga bisa berbicara dengan binatang, banyak yang kemudian menjadi
pawang ular, pawang buaya, pawang hujan dan masih banyak sekali yang
lain-lainnya.
Dan
sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya
mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan
hamba-hamba-Nya yang beriman”. (QS. 27:15)
Dan
Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai Manusia, kami telah diberi
pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya
(semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata”. (QS. 27:16)
Kemudian
kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja
yang dikehendakinya, (QS. 38:36)
dan (Kami
tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam,
(QS. 38:37)
dan
syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu. (QS. 38:38)
Inilah anugerah kami; maka berikanlah (kepada orang
lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab.
(QS. 38:39)
Sehingga
dalam pemahaman ini rangkaian makna menjadi lengkap yang di symbolkan dengan ‘Tha Sin Mim’. (Yaitu) ada ruang ada makhluk dan ada
kesadaran (Mim). Sebuah
rangkaian yang saling menguatkan keberadaan (eksistensi).
Sementara kunci untuk ruang ‘Tha Ha’ sudah
diisyaratkan saat nabi Musa berbicara dengan Tuhannya. Kejadian ini
banyak menimbulkan multi tafsir. Kesulitan
dalam mengungkap kejadian sebagaimana keadaan yang sebenarnya terjadi,
oleh karena sebab tidak
ada istilah yang mewakilinya (dikarenakan) Manusia belum pernah mendapat
referensi atas keadaan ini (makanya tidak di kode/dinamai. Menjadi alasan lainnya jika berita ini
kemudian (seakan) terabaikan.
Symbol Ha secara
terpisah, telah kita ulas
dalam kajian ‘Ha Mim’,
yang mengandung makna adalah Kesadaran Universal. Kesadaran yang
mewakili Allah di alam semesta. Kesadaran ini yang sering kita dapati di dalam
surah Al qur an ~ menyebut dirinya sebagai ‘k-a-m-i’.
Sebagaimana dalam surah (QS. 38; 39) “Inilah anugrah kami ;…”.
Maka
dengan demikian rangkaian ‘Tha Ha’ juga
dapat kita uraikan maknanya.
Maka
tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir
lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya
Aku adalah Allah, Rabb semesta alam “. (QS. 28:30) (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa datanglah kepada-Ku dan
janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. (QS.
28:31)·“…
Inilah ruang yang di peruntukan bagi Nabi Musa,
tempat dimana Nabi Musa dapat berbicara langsung dengan Allah. Ruang yang
menempati Ha. Adalah dimensi yang tidak bisa disebutkan.
Dimensi yang dekat dengan Allah. Dimana menjadi antara dari dimensi yang tidak
bisa disebut menuju kepada dimensi ruang dan waktu. Dua dimensi ini akan
bertemu. Disinilah ruang yang dimaksudkan. Maka sering kita mendapatkan istilah
bahwasanya Allah berbicara dari balik ‘tabir’.
Pemahaman Ha dalam kesadaran kolektif berbagai agama, memang
sering di salah artikan. Kesulitan memahami hakekat Kesadaran Universal (Ha) adalah
sebab Ha yang
(mampu) menguasai kesadaran Mim,(sebab Mim adalah bagian
intergral dari Ha).
Karenanya mereka menganggap Ha adalah entitas
tertinggi dan Tunggal di alam semesta. Sehingga Ha dianggap
sebagai Tuhan itu sendiri.
Kesadaran manusia (Mim) hanya mampu sampai Ha.
Ketika sudah bersatu dengan Ha, maka kesadaran Mim akan lenyap. Makanya
mereka menganggap telah bersatu dengan Tuhan itu sendiri. Kesadaran ini bergitu
berpilin. Menjadi anggapan dalam ‘angan’ semata. (Pemahaman atas ‘Ha Mim’ dapat diperdalam di kajian ‘Ha Mim’ ).
Pemahaman Ha, juga sering
disebut sebagai ‘Ruh Alam Semesta’ atau Dewa
dalam pemahaman Hindu. Sayangnya lagi, mereka juga menganggap bahwa
‘Ha’ inilah, (sebagai) Tuhan itu sendiri.
Karena sebab pemahaman inilah, mereka kemudian berusaha mengembangkan
ajaran untuk dapat bersatu dengan Ha. Bersatu dengan Tuhan menurut
anggapan ajaran ini.
Mereka dalam anggapan bahwasanya symbolisasi Ha dalam
Al qur an adalah sebagai Tuhan. Inilah yang perlu di kritisi. Maka dari
pemahaman inilah berkembang ajaran Hulul, atau immanenstis
bersatunya ‘manusia dengan Tuhan’.
Selanjutnya derivatifnya, menjadi ajaran Wahdatul Wujud, dan di Jawa terkenal dengan Manunggaling Kawula Gusti.
Sekali lagi, sejatinya
sebab ajaran ini menganggap Ha sebagai
Tuhan. Menganggap bahwa Ha adalah sebagai
tempat ’akhir’ kembalinya mereka. (Yaitu) Bersatunya
antara kesadaran ‘Mim dengan Ha’ dan
selanjutnya menganggap bahwa penyatuan tersebut adalah sebagai
akhir perjalanan rohani mereka.
Padahal berdasarkan kajian atas simbolisme Ha dan Mim tersebut dapat kita temukan fakta bahwa Ha dan Mim adalah sama-sama
makhluk Allah. Allah sendiri yang menciptakan mereka.
(Hal ini di
ulas tersendiri dalam kajian ‘Alif Lam Mim Ra’).
Allah sebagai wujud entitas tertinggi telah
memberikan ‘amanah’ kepada langit
dan bumi untuk mengatur urusan. Baik itu kepada Ha ataupun kepada Mim.
(Yaitu) urusan yang di perintahkan kepada mereka. Perintah tersebut kita
lihat sebagaimana keadaan sekarang. Alam semesta kita lihat harmoni dengan hukum-hukum
yang berlaku di dalamnya. Tidak ada cacad sedikitpun di antaranya.
Semua
bekerja sesuai dengan perintah Allah. Mereka bersama-sama menyebut diri mereka
dengan KAMI. Perintah-perintah
ini senantiasa terjaga sebagai Al qur an. Sebagai ayat-ayat Allah. Tidak ada
satupun dari mereka tidak mengikuti ayat-ayat ini.
Maka akan nampak (keadaan) seperti halnya alam
semesta mengatur keadaannya sendiri. Alam semesta seperti ada begitu saja. Maka
sebagian kaum matrialis tidak meyakini adanya Tuhan yang mengatur semua urusan
di langit dan di bumi. Karena memang setiap ‘jatidiri’ sudah pasti berjalan
sesuai kehendak Tuhannya. Seperti begitu saja, seketika muncul dalam
keadaan yang begitu. Serba otomatis.
Maka untuk menjembatani ‘kebingungan’ ini. Allah menyediakan ‘ruang’ khusus kepada
manusia yang berakal. Kepada manusia yang hendak kembali kepada Tuhannya. Untuk
senantiasa dekat, dan berada di ruangan ini, di rumah ini, disinilah manusia
diperkenankan untuk berdialog dengan Tuhannya. Ruang yang memfasilitasi
segala rahsa, segala bahasa, segala ilmu. Inilah ruangan Allah. Ruang yang
sangat dekat dengan Allah. Dimana Allah akan ‘berbicara’ kepada kita.
Dan juga kepada manusia yang ingin berkomunikasi
dengan makhluk-makhluk lainnya. Telah juga disediakan ‘ruangan’ khusus. Agar diantara mereka bisa saling
berkomunikasi. Agar manusia yakin bahwasanya semua makhluk Allah
senantiasa bertasbih mengagungkan nama-Nya (karena diantara mereka mampu
bersapa). Kembalinya agar manusia ini yakin atas hakekat Tuhan yang mengatur,
menciptakan dan mematikan, menghidupkan, dan seluruh asma-asma-Nya (Asmul
Husna) agar nama-nama-Nya , manifestasi dari sifat-Nya dapat dikenali
manusia.
Ruang inilah yang masing-masing di symbolkan sebagai Tha Ha, Tha Sin, serta keadaan bagaimana
sedang dalam suasananya di symbolkan sebagai Tha Sin Mim.
Maka karena hal ini manusia kemudian hari akan mampu
ber-saksi atas La ilaha ilallah. Muaranya akan kembali kesitu-situ
lagi. Dari seluruh pemahaman yang dihantarkan maka muaranya akan selalu
menuju kepada hakekat makna syahadat.
Keadaan ini dengan lugas di informasikan kepada
kita, melalui firman-Nya dalam ayat kursi yang senantiasa kita baca
sehari-hari (Lihat QS. Al ba qoroh
; 255). Maka menjadi kepahaman sekarang, maka menjadi jelas sebab apa,
(yang) menjadikan Ayat Kursi tersebut , menjadi ayat yang senantiasa kita
baca berulang setiap hari.
Inilah kaitan antara ‘Tha Ha’, ‘Tha
Sin’, dan ‘Tha Sin Mim’. Dengan mengurai hakekat
simbol-simbol ini kita akan dapat menguraikan kemana arah pemahaman kesadaran
kolektif yang sekarang ini menjadi ‘trend’.
Al qur an berusaha memfasilitasi keseluruhan pemahaman yang berada di dalam
kesadaran manusia. Menunjukkan kepada mereka hakekat alam semesta dan bagaimana
keberadaan masing-masingnya diantara mereka semua itu.
Ruang yang memfasilitasi
Keberadaan ruang ini menunjukan bahwa
Allah di luar dimensi alam semesta ini.
Kita hakekatnya tidak pernah tahu wujud Allah itu sendiri.
Maka bagaimana kita bisa ‘bersatu’ dengan Allah?.
Kita hanya bisa memaknai apa-apa yang
sudah diciptakannya. Yaitu alam semesta ini berikut dengan isinya dan segala
sesuatu yang berada diantaranya. Dalam skenario Allah Tuhan yang Menciptakan
segala sesuatu. Dan selanjutnya karena keberadaan alam semesta ini, kita
meyakini atas keberadaan Tuhan. Dan karenanya kita selanjutnya mampu
ber-saksi dengan ‘haqul yakin’ atas ‘la ilahaa ilallah’.
Dan
kepunyaan Allah-lah Timur dan barat maka kemanapun kamu menghadap disitulah
wajah Allah. Sungguh Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.’(QS. 02;115)
Dan tetap
kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan (QS. 55;27)
Maka
dengan rangkaian pemahaman ini, diri dengan sadar akan (lebih) meyakini
lagi dan lebih dalam lagi (atas keyakinan yang sudah ada) dan
ber-saksi atas firman ini;
Katakanlah
“ (Bahwa) Dia-lah Allah Yang Maha Esa’
“Allah
tempat meminta segala sesuatu” (QS. 112; 1-2)
“Kepunyaan
Allah-lah, kerajan langit dan bumi; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu’
(QS. 003 ; 189).
Demikianlah kajian ini dihantarkan. Dengan
permohonan maaf yang dalam. Sekiranya pemahaman ini akan berbenturan dengan
sebagian yang lain, yang juga ‘membaca’. Kajian ini hanya berusaha mengungkap keadaan, dalam
meyakini ayat-ayat Allah dengan cara berbeda, karenanya bukan berarti tidak sama.
Hakekatnya agama adalah ‘Tauhid’, Dhien adalah
satu (yaitu) Islam. Kembalinya adalah
Ina lillahii wa ina ilaihi rojiun. Semua akan kembali kepada Allah
dalam bentuk pertanggung jawabannya masing-masing. Dalam konsekuensi
besar, (dengan keyakinan) inilah; kajian ini di hadapkan kepada
sidang pembaca. Dalam segenap takut dan harap.
Konsekuensi diri ini, (akan) di hadapankan
kepada Allah, sang Hakim yang Maha Agung, yang membaca setiap lintasan
hati di dalam diri ini. Karenanya hanya kepada-NYA diri ini memohon ampun, jika
khabar ini tidak seperti keadaannya. Sebab diri hanyalah manusia ‘pembelajar’ yang sedang belajar ‘membaca’. Maka hanya kepada-Nya penulis
memohon pengajaran. Semoga keadaanya memang demikian. Amin..amin, ya
Robbal ‘alamin. Insyaallah.
Wallahualam bisawab
Wallahualam bisawab
Pemahaman ‘Tha Ha’ dalam suatu kesatuan makna yaitu dalam ruang ‘dialog’. DI ruang inilah manusia dapat
bermunajat dan berdialog dengan Allah. Keberadan ruang ini menunjukan bahwa
Allah di luar dimensi alam semesta ini. ‘Tha Sin’ adalah ruang
bagi manusia yang ingin berkomunikasi dengan makhluk-makhluk lainnya. ‘Tha Sin Mim’ adalah ruang agar manusia ini yakin atas hakekat Tuhan yang
mengatur, menciptakan dan mematikan, menghidupkan, dan seluruh asma-asma-Nya
(Asmul Husna) agar nama-nama-Nya , manifestasi dari sifat-Nya dapat dikenali
manusia.
==================================================================================
Samudra Simbol
Samudra Simbol
Bagian I - SELESAI
Arif Budi Utomo
==================================================================================
==================================================================================
No comments:
Post a Comment