KAJIAN SIMBOL
Oleh: Arif Budi Utomo
Latar belakang
Sebuah kajian lebih kepada bagaimana kita
memaknai atas keadaan, atas simbol. Dimana secara holistik berupaya untuk
meningkatkan keimanan. Mencari pijakan atas rangkaian susunan alam semesta yang
dibangun dengan ter struktur dan rapi. Sebagaimana huruf yang saling dikaitkan
untuk membentuk sebuah arti. Demikianlah diskusi ini, yang dimaksudkan untuk
meyakini bahwa susunan nama dan huruf dalam al qur an sudah menyiratkan makna,
dan bagaimana bangun alam semesta ini di tegakkan. Semoga menambah khazanah pemikiran
selanjutnya.
1. MENGURAI SIMBOL DAN MAKNA
E = m c2 (Einstein)
Alif Lam
Mim (QS. Al Baqoroh ; 1)
Mengawali
kajian, kedua huruf tanpa kata ini, (adalah)
Kedua
postulat tanpa kata yang tidak memiliki makna (?).
Saya
hantarkan dan saya coba sandingkan dalam satu pemahaman.
Apakah E = m c2 memiliki arti dan makna
bagi kita?.
Apakah Alif Lam Mim memiliki arti dan
bermakna bagi anda?.
Di tangan para ahlinya kedua postulat
ini (ternyata) memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Kedua postulat
ini mampu menghancurkan dunia. (Juga) mampu membangun peradaban manusia.
Bagaimanakah keadaannya?. Maka dengan kajian ini, saya ajak kepada
sidang pembaca untuk melakukan eksplorasi bersama. Menguak rahasia keberadaan
huruf-huruf tanpa kata, yang terserak di alam
semesta yang menunggu kesadaran manusia untuk membacanya.
Ada apakah dengan makna kata?
Setelah lelah berjuang untuk ‘pulang’, mengejar suatu keadaan di
dalam suatu hari yang di agungkan yaitu suatu hari yang ‘fitri’ , suatu hari besar yang disebut sebagai Idul Fitri.
Suatu hari yang konon seluruh umat muslim kembali ke dalam fitrah mereka
sebagaimana manusia.
Perjuangan melalui rasa haus dan lapar,
perjuangan membengkap rahsa agar tetap dalam kotaknya, tidak menggelegak keluar menjadi
nafsu dan keserakahan untuk mengangkangi apa saja. Meredam dan menyimpannya
rapat-rapat. Mencoba menjadi ‘manusia yang santun dan alim’ tampak di
muka. Dengan kopiah dan sarung menyambangi masjid di setiap malamnya.
Begitulah keseharian, satu bulan lamanya.
Berjuang melalui harta dan tenaga, melakukan apa
yang diperintahkan agama. Kemudian setelahnya, menempuh sekian perjalanan, ber
mil-mil jaraknya. Perjuangan yang kadang tidak sebanding
dengan apa yang didapatkannya. Sebab setelahnya kita seperti tidak mendapatkan
apa-apa. Capai
dan lelah jiwa, melakoni semua ritual itu. Kembali ke Jakarta
masih dalam sejuta tanda tanya menggayuti di jiwa. Kesemuanya
terakumulasi di setiap tahunnya, terpupuk menjadi energy potensial yang setiap
saat dapat meledak, ketika ada momentum yang memicunya.
Kita terpana dan tidak pernah mengerti mengapa?.
Nampak di tampilan muka ritual tersebut tidak memberikan warna. Sama saja,
bahkan muka kita makin kusut dan lusuh saja. Ketika kembali kembali
ke Jakarta ke dalam hiruk pikuk Ibu kota, sepertinya menjadi
semakin nelangsa.
Melihat keberhasilan rekan sekampung yang datang
dengan segala atribut kemewahan
matrialisme, menggoreskan lara di
jiwa mereka. Rahsa ini menjadi menjadi daya dorong sang nafsu untuk mendapatkan seperti yang diperoleh
rekannya. Pikiran dan angannya benar-benar seperti ‘tersulut api yang membakar’. Semangat untuk meraih semua kemewahan telah menjadi
bagian wajah mereka yang tak mampu di sembunyikan yang akan mereka wujudkan
nanti menjadi aksi setelah kembali ke Jakarta.
Bagaimanakah aksi mereka setelah ritual kepulangan di lakoni?.
Wajah-wajah muslim di Ibu kota dan di
kantong-kantong perkotaan, menjadi semakin sensitif, nampak menjadi semakin gahar di setiap tahunnya. Dalam percaturan dinamika kota. Apa
yang nampak di mata adalah bagaimana cara tercepat meraih kemewahan ala Ibu
kota. Dan ‘memboyongnya
dalam kepulangan’ lain
lagi di tahun berikutnya.
Kepulangan menjadi hari seremonial tanpa
makna. Tidak pernah membekas dan menjadi referensi jiwa. Lebih banyak
menyisakan masgul di dada dan segumpal pertanyaan mengapa?. Takdirnya
tidak sebaik rekan-rekan sekampungnya.
Selalu begitu setiap tahunnya, begitu jiwa dalam
keadaannya. Jiwa tidak pernah bisa berubah kecuali manusia tersebut yang merubahnya
sendiri. Maka makna kepulangan kepada fitrah manusia sebagaimana
menunggu mukjijat, yang ada hanya dalam angan dongengan belaka bagi
mereka. Bagaimana sebenarnya fitrah manusia itu sendiri. Kita bahkan tidak
pernah mau memikirkannya. Kata tersebut seperti asing di telinga, meski setiap
tahunnya di sebut dan dibesar-besarkan.
Kita tidak pernah mengerti dan merasakan
bagaimana makom fitri. Sebab kita tidak pernah mampu mengungkap
rahasia fitri itu sendiri di dalam kesadaran kita yang me lakoni
nya. Mampukah manusia menjadi fitrah setelah melakoni puasa dan menempuh ribuan
mil dalam kepulangan mereka.
Bagaimanakah keadaannya?.
Ada apakah dengan fitrah manusia.
Mengapa kita harus pulang kepada fitrah kita sebagai
manusia?.
Seperti apakah fitrah itu?. Jikalau kita saja tidak
mengerti, mengapakah masih mencari keadaan (hal) fitrah ini?.
Begitu gencar para pendakwah menyarankan diri kita
untuk kembali kepada fitrah. Benarkah kita mampu mencapai fitrah
itu sendiri?.
Maka keadaannya kata f-i-t-r-a-h sebagaimana
nasib huruf tanpa kata yang di hantarkan di muka. Hanya orang-orang yang mau
menekuni saja yang mampu menggunakan makna hakikat fitrah menjadi
sebuah realitas bagi dirinya sendiri dan alam sekitarnya. Dan
orang-orang seperti itu hanya dapat di hitung dengan jari jumlahnya. Apakah
keadaannya akan seperti itu?. Islam akan jauh dari 'fitrah’ nya sendiri ?.
Logika berfikir inilah yang mendasari kajian-kajian
yang akan di hantarkan berikutnya. Untuk menjawab postulat huruf tanpa makna yang beserakan di jagad raya. Sesungguhnya
manusia tinggal memungutinya. Dan Einsten salah satu Pemulung yang
berhasil memungut huruf yang tercecer itu.
Menggabungkannya dalam suatu rangkaian E = m c2.
Bagaimana dengan postulat Alim Lam Mim?.
Bagi
yang berilmu akan mengerti bahwa postulat Einsten adalah salah satu proses,
menjadi suatu bagian ‘parsial dari postulat’ Alif Lam Mim.
E = m c2 adalah bagian integral dari hakikat Alif Lam Mim.
Dengan berserah diri, memohon pengajaran-Nya.
Insyaallah kajian akan dihantarkan berseri. Diiringi ungkapan hati yang terdalam, Semoga kita
dalam lindungan-NYA. Dalam mengkaji simbol-simbol ini.
⏩ Bersambung ke episode 2
https://samudrasimbol1.blogspot.com.au/2018/02/episode-2-huruf-sarat-makna.html
No comments:
Post a Comment