3. KAJIAN SIMBOL ‘Alif Lam Mim’
‘Alif Lam Mim’ .
Μemasuki kajian yang semakin memberat
dan membosankan ini(?).
Sangat diperlukan kesungguhan
dan minat khusus bagi pembaca
untuk melanjutkan kajian ini.
Kearifan dalam membaca sebuah symbol
yang digunakan dalam Al qur an menuntut sikap ‘bijak’ bagi kita semua
dalam menyikapi ‘perbedaan’ yang
mungkin timbul, dalam menguraikan makna hakekat atas symbol yang dimaksudkan
tersebut.
Bahasa symbol meskipun digunakan
secara umum oleh para filsuf serta oleh para ilmuwan, tetap saja sulit
bagi kita yang awam untuk memaknainya arti yang dimaksud sebenarnya oleh para
penulisnya. Apalagi yang akan kita kaji adalah bahasa symbol Al qur an. Maka
sangat dibutuhkan ‘kearifan’ sidang pembaca untuk menyikapi kajian ini.
Simbolisasi atas hakekat makna,
sering digunakan manusia untuk
berkomunikasi. Dan biasanya yang digunakan adalah lambang huruf, benda, atau
logo, dan lain-lainnya. Kesulitan dalam mengungkapkan apa yang ingin
disampaikan menjadi sebab mengapa manusia memilih bahasa symbol atau logo dalam
mengungkapkan apa yang diinginkannya. Hal ini dikarenakan, sebab apa-apa yang
ingin disampaikan dan diungkapkan tidak di wadahi oleh tata bahasa
manusia atau juga perlu banyak sekali interprestasi dan penjelasan yang harus
dituliskan untuk menggambarkan yang dimaksudkan.
Ungkapan rahsa, ungkapan makna
filosofi, bahkan ungkapan dalam ‘science’
sendiri memerlukan ‘lambang’, atau ‘logo’ atau ‘simbol-simbol’, agar
mampu dikomunikasikan kepada manusia lainnya. Sebuah symbol dianggap akan
mampu mewakili apa yang ingin disampaikan, sehingga para ilmuwan, para
filsus, para ahli komunikasi, dan lain-lainnya sering menggunakan ‘model’
bahasa simbolisasi seperti ini.
Bahasa yang simple, sederhana namun kaya makna.
Inilah yang diinginkan simbolisasi
dalam tata bahasa manusia sangat diperlukan. Kesulitan dalam ber ‘tata bahasa’
sepertinya mampu di urai dengan menggunakan bahasa ini. Selanjutnya, lambang
atau logo atau symbol inilah yang menjadi alat komunikasi antar manusia, antar
bangsa, suku, agama, bahkan melintas generasi. Seluruh tata bahasa manusia,
apapun itu suku, agama atau keilmuannya pasti menggunakan bahasa ini, yang akan
diturunkan kepada generasi-generasi selanjutnya.
Keunikan bahasa symbol adalah dalam
sifat universal-nya. Bahasa yang akan mampu ditangkap siapa saja.
Meski makna mungkin akan sangat tergantung kepada masing-masing yang mencoba
memahaminya. Keluasan dan kedalaman bahasa symbol sangat tergantung kepada
‘kedewasaan’ kesadaran para pembacanya. Satu bahasa symbol jika diterjemahkan
mungkin saja akan menjadi sebuah buku yang tebal sekali. Itupun masih sangat
tergantung siapakah yang menjelaskan bahasa symbol.
Jika seseorang mampu membaca bahasa
symbol sebagaimana yang dimaksud dalam interprestasinya, maka kadang pembaca
tersebut sudah mampu membaca isi keseluruhan dari buku tersebut, tanpa harus
membaca keseluruhan isi buku tersebut. Inilah keunikan bahasa symbol dalam tata
bahasa manusia.
Einstein menggunakan bahasa symbol ; ‘E’ untuk memvisualisaikan hakekat Energy ,
‘m’ untuk menggambarkan masa (materi),
dan ‘c’ untuk menggambarkan suatu ‘gerak’ benda yang memiliki ‘kecepatan’ yang
setara dengan kecepatan cahaya. Dituliskannya ; E = mc2
Orang-orang yang tidak memiliki
referensi atas apa yang disimbolkan Einsten, tidak akan mampu membaca apa
yang ingin disampaikan oleh Einsten.
Sehingga jika pembaca belum memiliki
referensi atas apa yang dimaksudkan dengan ‘Energy’, jika dia belum memiliki referensi perihal ‘masa’ , jika dia belum memiliki
referensi akan ‘kecepatan’ yang
dimaksudkan itu. Maka bagi dirinya simbolisasi ini tidak memiliki makna
apa-apa. Kosong saja. Dan khabar yang ingin disampaikan Einsten menjadi sebuah
ke ‘sia-sia’ an saja. Namun Ketika ketemu
dengan orang yang tepat maka bahasa symbol ini akan menjadi sangat ‘luar biasa’
sekali.
Bahasa symbol akan sangat bermanfaat bagi orang-orang yang ber-ilmu dan memiliki ketertarikan yang sama.
Oleh karenanya bahasa symbol hanya
akan mampu dibaca oleh orang-orang yang memiliki kapasitas untuk membaca
symbol-symbol. Dalam hal ini adalah para ilmuan yang berkecimpung dalam fisika
nuklir. Maka kita dapati, dari bahasa symbol yang di sampaikan Einsten kemudian
di baca oleh ahli fisika nuklir, terciptalah bom atom. Bahkan saat sekarang
ini, energy listrik pun memanfaatkan hasil dari ‘membaca’ bahasa symbol yang
dilakukan oleh para ahli fisika nuklir.
Sekarang ini dunia di kuasai oleh ‘kekuatan’ yang berhasil di
implementasi dari sebuah bahasa symbol E = mc2. Siapa yang menguasai ‘energy’ maka akan menguasai dunia.
Maka orang-orang yang memiliki kemampuan ‘membaca’ bahasa symbol ini, menjadi
sangat mahal harga nya. Karena demikian langka-nya orang-orang seperti ini.
Maka dari itu Islam sangat
berkepetingan sekali dalam hal ini. Islam
menginginkan umatnya untuk mampu membaca bahasa symbol. Islam memahami bahwa
betapa pentingnya bahasa symbol dalam perkembangan peradaban tekhnology
manusia. Dalam pendewasaan kesadaran manusia. Dalam penyempurnaan jiwa
manusia. Maka banyak surah di dalam Al qrur an di mulai dengan bahasa
symbol ini.
~ A(alif)
la (lam) ma (mim) ~
Inilah salah satu bahasa symbol dalam Al qur an, (dimana) yang
di gunakan adalah huruf-huruf Al qur an itu sendiri (arab).
Bahasa symbol Einsten menjelaskan
bagaimana mekanisme Energy yang berlaku di alam semesta. Suatu ‘masa’ yang di berikan ‘percepatan’ sedemikian rupa sehingga
dirinya ‘bergerak’ dengan kecepatan
kudrat dari kecepatan cahaya, maka masa itu akan membelah. Ketika membelah akan
melepaskan energy yang maha dahsyat mampu menghancurkan apa saja. Maka ‘proses’
ini harus berada dalam tempat yang benar-benar ‘tertutup’. Inilah hakekat makna
postulat Eisnten.
Energy yang tercipta dari ‘proses’ ini adalah energy yang bersifat
sebagaimana pisau yang bermata dua. Bisa bermanfaat atau malahan akan
menghancurkan dunia. Dan hingga saat ini manusia masih dilanda kekhawatiran
atas ‘efek’ yang dapat di timbulkan atas ‘nuklir’ ini. Inilah sifat ‘energy’
yang ditemukan manusia dari hasil membaca tanpa menggunakan nash Al qur an.
Ketika manusia ‘membaca’ tidak atas nama
Tuhan maka apa-apa yang dihasilkan akan menjadi pedang bermata dua.
Maka umat muslim diingatkan
berkali-kali, agar mampu membaca dari Al qur an saja, agar manusia terhindar
dari problematika ‘teknology’ yang di ciptakannya sendiri. Ketika manusia ‘membaca’ tidak atas nama Allah maka
apa-apa yang dihasilkan akan menjadi pedang bermata dua. Membaca dengan niat
yang tidak ditujukan karena Allah. Tuhan yang menciptakan alam
semesta ini. Akan menghasilkan dualitas kembali. Kebaikan dan keburukan atas
hasil teknologi yang diciptakan. Inilah problematikanya
Kebutuhan manusia akan filosofi yang
menjadi pijakan perkembangan teknologi bagi peradaban manusia sebenarnya
sudah difasilitasi oleh Al qur an dengan bahasa symbol yang dimaksudkan
bahasa tersebut haruslah dimaknai oleh umat muslim yang (memang) memiliki
kapasitas untuk ‘membaca’.
Sebagaimana para ilmuwan fisika nuklir membaca symbolisasi dalam postulat
Einsten. Nanti kita kan melihat, setelah kita sandingkan kembali postulat ’Alif lam mim’ dengan postulat E = mc2 bahwa postulat ’Alif lam mim’, memiliki kedalaman makna yang lebih sangat luar
biasa dalam menjelaskan ‘kaitan Energy
dan seluruh alam semesta’. Hukum-hukum yang bekerja di alam semesta ini
mampu di dijelaskan hanya dari symbol yang sederhana tersebut.
Sayang bahasa symbol dalam Al qur an
ini telah ter-‘bonsai’ oleh pemahaman yang mengawali semenjak dahulu kala. Bahwasanya
bahasa symbol tersebut (Alif lam mim) hanya Allah-lah yang tahu arti dan makna nya. Kesadaran
kolektif ini, telah mengesampingkan upaya manusia dalam ikhtiarnya mencoba
membaca hukum-hukum sunatulloh di alam semesta ini, melalui Al qur an.
Sehingga siapapun ilmuan yang bermaksud untuk membaca bahasa symbol dari
Al qur an akan mengalami ‘kegamangan’ tersendiri. Sebab
adanya ke-khawatiran akan menabrak batasan-batasan yang sudah dibuat oleh para
mufasirin ber abad-abad yang lalu.
Sehingga dapat kita saksikan, umat
Islam dalam hal teknologi hanya jalan di tempat. Pemahaman Islam dalam hal
teknologi tidak bergerak sejak abad ke 7 Masehi. Meski Islam memiliki
ilmuwan-ilmuwan hebat di setiap jamannya. Dalam hal perkembangan teknologi
Islam dan infrastruktur pendukungnya, Islam sangat tertinggal dibandingkan
dengan bangsa Yahudi yang dengan berani meng-eksplorasi bahasa-bahasa symbol.
Anggapan bahwasanya symbol ini (Alif lam mim) tidak lazim untuk diuraikan karena sifat ‘kesakralan’ Al qur an menjadi ‘pembatas’ yang menyebabkan ‘kegamangan’
ilmuwan ataupun kaum mufasirin dalam menguraikan symbol-symbol tersebut. Stigma
‘bid ah’ dan kafir yang dengan mudah akan disematkan kepada orang yang berusaha
untuk ‘membaca’ Al qur an. Menjadi ‘ketakutan’ tersendiri bagi orang yang ingin
‘membaca’ symbol yang digunakan Al qur an dan ingin berkomunikasi
dengan Al qur an.
Demikianlah nasib umat Islam,
diantara klenik, mitos dan kepercayaan yang membebani umat. Kita umat Islam
awam, senantiasa gamang diantara dua dunia yaitu dunia-akherat. Dunia tidak
kita raih dan akherat belum tentu dapat. Selalu setengah-setengah. Maka
ketertinggalan dan keterbelakangan adalah sebuah kepastian adanya.
Bahasa simbolisasi ternyata telah
menjadi bahasa yang merubah tatanan dunia. Maka orang-orang yang mampu membaca
bahasa ini, adalah orang-orang yang akan mampu menguasai peradaban manusia.
Inilah yang diisyaratkan Al qur an.
Kompromi dalam menarik
analogy
Simbol hakekatnya adalah (untuk)
meng-komunikasikan apa yang tersirat yang tidak mampu di ungkapkan dengan
kata-kata. Maka menjadi ‘aneh’ jika simbol-simbol yang
digunakan Al qur an menjadi barang ‘tabu’ untuk kita uraikan maknanya.
Hal inilah yang ‘merangsang’ penulis
untuk mencoba mengkhabarkan ‘pemikiran’ yang mungkin tak sama
dalam memaknai simbol yang digunakan Al qur an.
Dan kajian ini berusaha
menyampaikan dari sisi ‘kompromis’ atas analogi yang
digunakan untuk menjelaskan satu sama lainnya.
Jika kita lepaskan atribut yang melekat pada simbol-simbol
tersebut dan kita susun linear saja, sebagai sebuah rangkaian kata. Sebagaimana
sebuah tulisan biasa. Maka akan di dapat persamaan sebagaimana tersebut
di bawah ini. Marilah kita sandingkan.
~ A (alif), la (lam), ma (mim) ~
Inilah bahasa symbol dari Al qur an. E(energy), m(materi/masa), c(kecepatan/gerak) .Inilah bahasa
symbol yang diusung Einstein
Bagaimana membaca Postulat
Einstein?
Simbol E memiliki makna Energi. Semua manusia paham apa itu energi. Sebab
energi bisa di indrai oleh manusia. Maka simbol ini kemudian mudah dipahami.
Namun jika kita uraikan hakekat sebenarnya atas energi. Seluruh materi memiliki
energi baik Energi Potensial maupun Energi Kinetik. Dan juga Energi-energi
turunannya. Dan kita akan membutuhkan ribuan buku untuk menuliskannya.
Sementara pemahaman atas energy pun bertingkat-tingkat tergantung kepada
kecerdasan dan kedewasaan pembacanya. Penjelasan energi bagi TK tentunya akan
berbeda bagi S3.
Ternyata E (energy) meliputi m
(materi/masa) yang diam berada dalam konstanta c (kecepatan). Selama dalam keadaan lembamnya suatu benda
akan tetap dalam keadaan diam atau bergerak lurus, selama tidak ada gaya
(energy lain) yang bekerja padanya.
Maka dapat kita simpulkan E (energy) adalah sumber adanya m (masa) dan c (kecepatan). Jika tidak ada E
(energy) maka simbol-simbol lainnya tidak akan pernah ada di dunia ini. Inilah
hakekat dari postulat Einstein.
Jika pemahaman ini di balik, m (masa) akan melepaskan E (energy) yang dikandungnya, (yang
selama ini meliputi dan mengikat materi tersebut tetap dalam keadaan lembam)
~jika kepadanya diberikan gaya (energy) lain. (Yaitu) E (energy) yang mampu merubah arah kecepatan m (materi/masa) tersebut sedemikian rupa sehingga membuka ruang
ikatan yang ada di dalamnya. Keterbukaan ruangan inilah yang menyebabkan E (energy) yang berada dalam ikatan m (materi/masa) tersebut terlepas
keluar. Reaksi ini di kenal sebagai reaksi fisi nuklir.
Reaksi fisi nuklir adalah reaksi
pembelahan inti atom akibat tubrukan inti atom lainnya, dan menghasilkan energi
dan atom baru yang bermassa lebih kecil, serta radiasi elektromagnetik. Reaksi
fusi juga menghasilkan radiasi sinar alfa, beta dan gamma yang sagat berbahaya
bagi manusia.
Berapa c (kecepatan) yang di butuhkan untuk m (materi/masa) tersebut bergerak sehingga, ikatannya terlepas?.
Inilah yang ingin di teliti manusia. Dan Einstein sudah menemukan kecepatan
minimal agar ikatan energy suatu m
(materi/masa) terlepas keluar dari ikatannya?. (Yaitu) kecepatan cahaya dikalikan
dengan kecepatannya sendiri (kuadrat).
Postulat Einsten mampu menjelaskan
bahwasanya setiap m (materi/masa)
diliputi oleh E (energy). Dan juga
sebaliknya bahwa Energi berada di dalam m
(masa/materi). Liputan Energi inilah inilah yang menyebabkan m (materi/masa) mampu bergerak dengan c (kecepatan) yang tertentu.
Maka secara filosofi bahwasanya antara E (energy), m (materi/masa), dan
c (kecepatan) adalah sebuah satu kesatuan
yang saling meliputi.
E(energy) meliputi m (materi/masa), dan c (kecepatan) dan begitu juga
sebaliknya
m (materi/masa) meliputi E (energy) dan c (kecepatan).
Jika konsepsi ini kita gunakan dalam
memaknai hakekat ketuhanan. Ternyata konsepsi tersebut berkesuaian dengan
pemahaman para ‘spiritualis’. Kita mengenal pemahaman ‘manunggaling kawula gusti’. Adalah hakekat dalam memahami realitas
Energy yang diusung oleh kaum matrialis. Energy yang meliputi materi. Cahaya
Allah yang meliputi seluruh alam semesta.
Hal ini merupakan analogy pemahaman la haula wala kuawat illa
billah.
Bagaimana menjelaskan konsepsi Al qur
an perihal ini ?
Simbol
adalah tanda, sebuah lambang yang tak berarti apa-apa sampai manusia tersebut
mampu memaknai ‘hakekat’ atas symbol
tersebut.
Maka bagaimana dengan simbol ‘A (alif) la (lam) ma (mim)’ ?.
Siapapun manusia dari pendidikan,
dari golongan apapun tentunya dapat membaca symbol tersebut. Meskipun
penjelasannya mungkin akan berbeda kualitasnya. Anak TK akan mampu menjelaskan
cahaya, dan membicarakannya, tentunya sah-sah saja. Itulah pemahaman mereka
anak-anak TK. Begitu juga orang yang berpendidikan S3. Dalam kapasitas
mereka masing-masing, tentu saja ‘pemahaman’
keduanya itu, menjadi benar dalam makom mereka masing-masing. Meskipun S3 memiliki
pengetahuan lebih mendalam, namun dia tidak berarti dia bisa menyalahkan
pemahaman anak TK tentang cahaya.
Inilah
perumpamaan yang ingin saya sampaikan dalam upaya memahami simbol-simbol dari
Al qur an !.
Simbol tersebut adalah alat
komunikasi Al qur an kepada manusia. Maka saya mencoba untuk ber komunikasi.
Meskipun mungkin dalam memaknainya sebagaimana anak TK yang menjadi ilustrasi
dimuka.
Kerenanya saya cuplikan serat Pepali
Ki Ageng Selo, seorang filsuf Jawa yang juga menggunakan bahasa simbol untuk
menjelaskan makna hakekat.
Melalui
uraian serat Pepali inilah saya mencoba melakukan pendekatan atas makna hakekat
symbol A (alif) la (lam) ma (mim).
Serat pepali ini mencoba menjelaskan makna dan hakekat
Tuhan dan ketuhanan dalam agama Tauhid (Islam). Yang menarik dari Serat
Pepali ini adalah penulisnya sendiri menjelaskan tafsirannya dengan bahasa
simbolisme lagi. Jadi, setiap pembaca karyanya dapat meng-eksplorasi kembali
makna-makna simbol-simbol yang dimaksud, menjadi tak berbatas ruang dan waktu.
Ki Ageng Selo menjelaskan hakekat Tuhan dengan banyak macam simbolisme sbb :
·
Samudera Besar
·
Tempat tak Bertulisan
·
Teratai tak Berkelopak
·
Lampu Menyala tanpa Sumbu
·
Daun Hijau tak Berpohon
·
Muazzin tanpa Bedug
·
Buku, Bulan Purnama, dan Gerhana
Bintang
·
Angka Satu
Keseluruhan rangkaian pemahaman melalui simbolisasi
tersebut merupakan satu rangkaian yang tali temali, tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya. Inilah pemahaman hakekat Allah menurut Ki Ageng Selo. Pemahaman
yang dihantarkan oleh Ki Ageng Selo tersebut, ternyata dapat disimbolkan (di
akomodasi) dengan hanya satu huruf oleh Al qur an yaitu dengan huruf ~ A (alif) ~ ; Inilah yang saya ingin
sampaikan.
Saya cuplikan sebagian serat tersebut ;
Damar murup tanpa sumbu
nenggih/Semunira urup aneng Karsa./Dat mutlak iku jatine!/Anglir tirta
kamanu,/Kadi pulung sarasa jati./Puniku wujud tunggal,/Aranira iku.
(Lampu menyala tanpa sumbunya/Itu lambang nyala pada
Kehendak./Dzat Mutlak itu sebenarnya!/Sebagai air yang bercahaya,/Wahyu
kesatuan dengan rasa sejati./Itulah bentuk tunggal,/Yang disebut itu.)
Lampu menyala tanpa sumbu. Adalah asal atas E (energy) yang meliputi seluruh alam
semesta. Meskipun nyala api di dalam lampu (terkurung) namun cahayanya mampu
menembus (meliputi) sang lampu tersebut.
Dalam Surat Al-Nur 35 terdapat
simbolisme.
Disitu dikatakan: Cahaya-Nya dianalogikan sebagai sebuah
miskat yang di dalamnya ada lampu besar. Lampu besar itu sendiri ada di
dalam kaca, sedangkan kaca itu dianalogikan dengan bintang seperti mutiara,
yang dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah
Timur dan tidak pula di sebelah Barat. Minyak tersebut bisa menerangi sekelilingnya,
walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya. Tuhan membimbing orang yang
Ia kehendaki menuju cahaya-Nya itu.
Simbol ‘minyak menerangi tanpa api’ ini amat analog dengan simbol ‘lampu
menyala tanpa sumbu’ di atas. Pada awal penjelasan di dalam surah Al baqoroh, Al qur an
sudah memberikan penjelasannya dengan suatu simbol universal yaitu huruf Alif.
Mengapa huruf Alif?. Sebab inilah huruf pertama yang mengawali semua huruf.
Sebagai simbol asal muasal semua ‘gerak’
di alam semesta ini. Sehingga sangat relevan jika semua pemahaman yang
menyangkut E (energy) atau cahaya
kemudian diberikan simbol dengan huruf Alif.
Simbol Alif adalah simbol untuk ‘Ruh alam semesta’. Sedangkan dalam
ajaran Hindu entitas ini dikenal sebagai Atman. Inilah pemahaman yang saya usung dan saya coba komunikasikan.
“Ingatlah
bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keragu-raguan tentang pertemuan dengan
tuhan mereka. Ingatlah bahwa sesungguhnya Dia maha meliputi segala
sesuatu.” (Qs Fushilat, 41:54)
“Dan
kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah
wajah Allah maha luas lagi maha mengetahui” (Qs Al baqarah, 2: 115)
Setelah memahami ini maka postulat
selanjutnya menjadi mudah saja. L (lam) merupakan symbol keberadaan
alam semesta ini. (Postulat Einstein di symbolkan m).
Dan m (mim) adalah symbol untuk entitas
yang menyadari adanya rangkaian kejadian di alam semesta, yang dikenal sebagai Manusia.
Maka dengan menggunakan analogy
postulat Einstein, dan kita simbiosiskan dengan pemahaman yang kita dapat dari
serat Pepali Ki Ageng Selo, maka dengan itu, kita mencoba ‘membaca’ apa yang ingin di komunikasikan Al qur an kepada kita
bahwa;
Cahaya Allah (Alif) meliputi seluruh alam semesta, dan
menjadi E (energy) gerak awal mula
dari seluruh gerak yang ada di alam semesta ini. Gerak ini meliputi seluruh
materi yang ada di alam semesta. Meliputi manusia, meliputi m (materi/masa).
Aristoteles menyebutnya sebagai The Unmoved Mover, yang bergerak sendiri tanpa bantuan pribadi lain dan
merupakan gerak tunggal yang paling pertama dan yang absolut.
Rangkaian seluruh kejadian yang
terjadi di alam semesta ini dan di dalam diri manusia itu sendiri. Dijelaskan
dalam bahasa symbol yang lugas, namun tidak akan bermakna apa-apa jika tidak
ada yang ‘tahu’, jika tidak ada ‘pengamat’. Sehingga rangkaian
symbol A (alif) la (lam) dan m (mim), haruslah menjadi satu rangkaian dimana akan di baca oleh m (mim/manusia). Maka rangkaian huruf m (mim) selanjutnya disertakan (analogy c
pada postulat Einstein). Sehingga karenanya selanjutnya manusia dapat memetik
hikmah atas postulat ini.
Karenanya dibutuhkan ‘kecepatan’ yaitu kecerdasan m(mim) minimal agar seorang pengamat (agar) mampu memahami
hakekat ‘gerak’ yang terjadi yang meliputi seluruh m (materi/masa) yaitu alam
semesta (lam) dan dirinya sendiri (mim). Jika ‘pengamat’ terlalu lambat atau terlalu cepat maka ‘pengamat’ tidak akan mampu ‘menyadari proses’ datangnya ‘cahaya’ atau E (energy).
Maka karenanya seorang manusia
yang memiliki m(mim) akan dapat memahami hakekat ketuhanan,
melalui (dengan) membaca simbol-simbol ini. Dengan bahasa inilah Al qur an
ingin ber komunikasi dengan kita. Orang berilmu sudah mampu membaca dan
menguraikan makna symbol-symbol ini. Tentunya merekapun sudah memiliki
prasyarat dan memiliki referensi cukup atas semua itu. Sebagaimana
membaca postulat E=mc2. Tentunya tidak sembarang orang
mampu merealisasikan dan mengimplementasikan postulat ini dari hasil
membaca-nya.
Ahli fisika mampu menghasilkan Energi
dari postulat Einstein (E=mc2). Memanipulasi agar m (materi/masa)
melepaskan E (energy). Maka ahli
hikmah pun memiliki kemampuan yang sama dengan menggunakan postulat ‘Alif lam mim’.
Jika postulat Einsten menghasilkan
materi yang irreversible dan bersifat radioaktif dan akan mampu merusak apa
saja, bahkan mampu menghancurkan dunia. Maka postulat ‘Alif lam mim’ di tangan ahli hikmah akan menghasilkan energy yang harmoni
dengan alam semesta. Sebagaimana hikayat ahli hikmah dalam kisah nabi Sulaiman
as.
Karenanya (harapannya) jika
ahli hikmah dan ahli fisika bekerjasama maka akan dapat menghasilkan E (energy) yang aman dan harmoni bagi
manusia dan alam semesta ini. Adakah
ahli hikmah yang ahli fisika?. Maka (harapannya) kemungkinan tersebut
hanya ada di agama Islam.
⏩ Bersambung ke episode 4
Symbol hakekatnya adalah (untuk) meng-komunikasikan apa yang
tersirat yang tidak mampu di ungkapkan dengan kata-kata. Maka menjadi ‘aneh’
jika symbol-symbol yang digunakan Al qur an menjadi barang ‘tabu’ untuk kita
uraikan maknanya. Maka Al qur an mengisyaratkan agar umatnya senantiasa
berfikir dan berfikir. Membaca dan membaca !. Sekali lagi MEMBACA !. Dan selalu
berkomunikasi dengan Al qur an.
Rangkaian symbol A (alif) la (lam) dan m (mim),
haruslah menjadi satu rangkaian dimana akan di baca oleh m (mim/manusia). Maka rangkaian huruf m (mim) selanjutnya agar manusia dapat memetik hikmah atas postulat
ini.
Karenanya
dibutuhkan ‘kecepatan’ yaitu kecerdasan
m(mim) minimal agar seorang pengamat
(agar) mampu memahami hakekat ‘gerak’ yang terjadi yang meliputi
seluruh m (materi/masa) yaitu alam
semesta (lam) dan dirinya sendiri (mim). Jika ‘pengamat’
terlalu lambat atau terlalu cepat maka ‘pengamat’
tidak akan mampu ‘menyadari proses’
datangnya ‘cahaya’ atau E (energy)
No comments:
Post a Comment