4. KAJIAN SIMBOL ‘ Shaad’
Shaad , demi Al-Qur’an yang
mempunyai keagungan (QS. 38:1)
Sesungguhnya
Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu
petang dan pagi, (QS. 38:18)
Inilah ‘Shaad’ yang di karuniakan kepada (Daud) siapapun yang di
kehendaki-Nya. Melengkapi ‘bacaan’ sebelumnya yang sudah dihantarkan kepada
sidang pembaca. Maka dengan memohon ridho-Nya kajian ini dituangkan dalam kata.
Semoga menjadi khabar sebagaimana layaknya (diperlakukan) atas sebuah berita.
Terasa berat mengawali kajian ini.
Tangan seperti terkunci hampir 3 jam, tak satupun kata mampu di tuliskan.
Apalagi terangkai menjadi sebuah kalimat. Instrumen ketubuhan seperti ingin
mencoba memahami sesuatu. Sesuatu yang berkuasa dan menguasai diri. Sesuatu
‘entitas’ diluar ‘Aku’. Sesuatu yang memaksa ‘Aku’ harus
‘mengakui’ utuh atas ‘ke-kuasa-an’ yang
dimiliki entitas ini.
Kemampuan apakah yang dimiliki
‘entitas’ tersebut sehingga mampu berkuasa atas ‘diriku’?. Kuasa apakah yang demikian luar biasa di amanahkan kepada ‘entitas’ itu sehingga mampu berkuasa
atas tubuh ini. Dan aku tak mampu menuliskan apapun dalam sebuah kata. Padahal ‘daya’ untuk menuliskanya serasa ada.
Angan bagai berkas sinar yang bersliweran ke segala arah tak membuahkan
pemikiran. Membuat diri semakin tak memahami ‘sensasi’ raga. Haruskah ini
kudiamkan saja?. Namun itu ternyata ada akhirnya.
Setelah instrument ketubuhan paham
bahwa ada ‘kuasa’, (yaitu) daya
‘kekuasaan’ yang dititipkan
kepada suatu ‘entitas’ ini untuk menguasai ‘entitas’ lain agar tunduk
dalam ‘kuasa’nya. Maka diri kemudian
sedikit demi sedikit ‘terlepas’ dari ‘kuasa’ tersebut. Kemudian akhirnya,
kata demi kata mulai mulai mampu tersusun, di tulis di rangkai
sebagaimana keadaannya. Entah, apakah (nanti dihadapan pembaca) sudah mampu
terbaca ataukah sebaliknya, kata yang di rangkai ini masih diluar ‘kuasa’ penulis. Dimana setiap jelajah
kata menimbulkan kesulitan tersendiri dalam mekanainya. Sungguh, diri tidak
memiliki ‘ke-kuasa-an’ (yaitu) suatu ‘daya’ (energy) yang akan mempengaruhi
sidang pembaca untuk ‘mengerti’
tentang ini.
Maka dengan memohon ‘kuasa’-Nya, diri
ini terus mencoba menghantarkan, hasil ‘membaca’ symbol-symbol di dalam Al qur
an. Memaknainya untuk menambah keyakinan diri, dalam keyakinan yang sudah ada.
Berharap mengkristal menjadi dzikir di hati sepanjang ada nafas ini.
Perbendaharaan ‘kunci’ kekuasaan
Shaad adalah huruf yang dijadikan
symbol/lambang atas ‘kunci-kunci’ ‘kekuasaan’
Allah di alam semesta yang di ‘amanah’kan
kepada mahluk-Nya, yang mana dengan
dan atas nama ‘kekuasaan’-Nya
tersebut seluruh makhluk akan tunduk kepada ‘sang’ pembawa ‘kunci’ ini dan atau
dengan kata lain, entitas pembawa symbol ini akan memiliki ‘daya’ untuk
mempengaruhi entitas lain.
Maka ‘Shaad’ menjadi misteri,
melingkupi skenario Tuhan atas penciptaan alam semesta ini. Sebab ‘Shaad’ diberikan kepada siapa saja yang di kehendaki-Nya. Atas
kehendak-Nya. Manusia memegang amanah ‘Shaad’ ini. Inilah
makna hakekat lambang huruf Shaad yang dihantarkan dalam kajian, (yang) menjadi ‘keyakinan’
penulis dalam memaknai hakekat symbol ini.
Kekuasaan adalah sebuah ‘energy’
yang memiliki ‘kekuatan’ memaksa sehingga tanpa mampu di sadari oleh lainnya,
kekuatan ini telah mempengaruhi ‘kesadaran’ setiap entitas disekelilingnya
untuk tunduk, mengikuti kehendak sang pembawa symbol ini. Entitas pembawa
symbol ini menjadi seakan-akan memiliki pusaran ‘medan energy’ yang akan
menjadi ‘magnet’ bagi energi-energi lainnya untuk terus (tunduk)
mengikutinya baik dengan sukarela ataupun terpaksa.
Keyakinan adanya ‘wahyu’
yang merupakan ‘kunci’ pembuka atau yang di symbolkan dengan ‘Shaad’ atas ‘kekuasaan’ dalam hkayat dan mitology Hindu banyak diceritakan
melalui kisah-kisah heroik para tokohnya. Kisah-kisah tersebut dapat kita baca
dalam kisah Mahabarata dan Ramayana. Menjadi ‘pemikiran kita selanjutnya’
perihal bagaimana umat manusia terdahulu telah (dalam) memaknai ‘kunci
lambang kekuasaan-Nya’. Dan bagaimana mereka meng-implementasikannya
dalam langkah nyata kehidupan manusia, jauh sebelum agama Islam di sempurnakan.
Kita kan mampu membaca dari kisah-kisah tersebut.
Dan juga dalam pemahaman masyarakat
jawa, pemakanaan symbol ini juga sangat melekat kuat dalam kesadaran mereka.
Raja-raja jawa di yakini harus mendapatkan Wahyu
Cakraningrat sebagai prasyarat utama untuk menduduki tampuk kekuasaan.
Karenanya calon raja Jawa berusaha keras untuk mendapatkan restu Illahi. Berasaha
mendapatkan kunci ‘Shaad’ yang oleh para pinisepuh
Jawa di namakan dengan Wahyu Cakraningrat.
Para calon raja di wajibkan untuk
melakukan olah diri. Baik dengan melakukan ‘tirakat’ ataupun ‘olah
kebatinan’ serta ‘laku’ yang
diluar nalar. Pendek kata para calon raja diwajibkan untuk melakukan sembah
bakti, melakukan amal kebaikan kepada sang Kholik kepada alam semesta,
melakukan ‘penyucian jiwa’ dan lain
sebagainya. Para calon raja Jawa harus melakukan prasayarat-prasyarat yang
diyakini ‘pinisepuh’ akan
mendatangkan ‘ridho’ Yang Maha Kuasa
untuk memberikan amanah atas ‘Shaad’ kepadanya yaitu Wahyu Cakraningrat
(dalam pemahaman mereka) agar dirinya dapat di angkat dan mampu menduduki
kekuasaan di suatu wilayah (menjadi Raja).
Bila kita sedikit merenung lebih
dalam, ternyata hakekat symbolisme atas ‘kekuatan’
ini telah mendasari pemahaman dalam Mitology Hindu dan aliran Ketuhanan Yang
Maha Esa (Kejawen) bahkan agama-agama besar lainnya. Dan jika kita ‘jernihkan’
lagi maka akan kita dapati, ~ bukankah Al
qur an dengan ini telah memfasilitasi, agar bagi segolongan manusia ~
yang dalam kesadaran kolektif mereka sudah terbiasa ~ dalam memaknai bahasa symbol (menjadi) mampu untuk
mempelajari Al qur an~. Sebab Al
qur an telah menyederhanakannya menjadi hanya satu symbol huruf saja, (yaitu) Shaad.
Di isyaratkan di dalam Al qur an,
agar manusia tidak terjebak ke dalam mitos, klenik dan tahayul, dalam memahami
bahasa symbolism ini. Manusia harus senantiasa menggunakan akal sehatnya. Bahasa symbol di
isyaratkan Al qur’an hanya akan
dapat bermanfaat bagi manusia yang berakal. (Yaitu) manusia yang memiliki
kecenderungan logika berfikir yang kuat, dan memiliki analisa yang tajam.
Sebagaimana para ilmuwan dalam mengimplementasikan symbol E=mc2.
“Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb
kami”.Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang
yang berakal.” (QS. 3:7)
Orang-orang yang senantiasa ‘membaca’ dan meyakini symbolisme
(pertanda-pertanda alam) ini, diharapkan akan seperti golongan orang-orang yang
sudah ‘beriman’ sebagaimana orang yang dimaksudkan dalam surah
(QS. 3 ; 7) tersebut.
Mereka meyakini bahwa semua
‘pertanda’ (simbol) lambang alam semesta yang mampu mereka tangkap itu
datangnya dari Tuhan semesta alam. Atas kehendak-Nya semua itu nanti akan
bisa terjadi. Symbol hakekatnya tidak akan memberikan ‘arti’ apa-apa. Kehendak
Allah-lah yang utama. Manusia senantiasa harus menggunakan logika akal
ini. Kemudian dengan ‘kebijaksanaan’ dan ‘kearifan’ yang tinggi penuh tanggung
jawab mereka akan mengimplemantasikannya bagi ‘kemaslahatan’ umat manusia. Mereka akan melaksanakan ‘tugas’ ini dengan sepenuh hati
dan tanggung jawab, sebagaimana seorang ‘hamba sahaya’. Inilah
hikmahnya.
Namun diisisi lain, banyak sekali
manusia yang kemudian mencari-cari ‘Shaad’ di alam semesta dengan nafsu mereka
sendiri. Inilah yang patut di waspadai. Realitas dan fenomena perlambang ‘Shaad’ banyak sekali yang di tafsiri keliru. Sehingga menjadikan
manusia jatuh kelembah kehinaan.
Tidak ada kemaslahatan simbol
ini (kecuali bagi manusia yang berakal)
Sebab dengan mereka menerima
amanah perlambang ‘Shaad’, sejatinya mereka ‘harus’ sudah mengetahui ‘konsekwensi logis’ atas amanah
tersebut. Mereka meyakini bahwa semua itu akan dimintakan pertanggung
jawabannya. Sudah di beritakan perihal, Fir aun yang mengingkari hal ini maka
kepadanya berlaku hukum-hukum Allah. Inilah konsekwensi logis atas ‘amanah’
yang di abaikannya. Mereka harus menggunakan akalnya untuk memahami ini.
Kuasa kegelapan dan kuasa
terang
Manusia yang mampu ‘membaca’
dan menerima konsekwensi atas amanah ‘Shaad’ ini. Mereka akan
semakin ‘tunduk’
dan semakin ‘arif’ dalam setiap tutur kata, laku dan perbuatannya. Mereka akan semakin ‘berserah diri’ dan harmoni dengan alam
semesta ini. Sebab mereka memahami bahwa hakekatnya apa yang mereka miliki
adalah titipan Allah semata. Mereka akan mengatakan dengan sebenar-benarnya.
Sebagaimana perkatan mereka yang di kisahkan Al qur an dan firman-Nya ;
Katakanlah:
“Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang
Engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki.
Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang
Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 3:26)
Ditangan Allah setiap ‘Shaad’ atas segala sesuatu. Allah akan memberikannya kepada siapapun.
Baik dia itu orang kafir, beriman, munafik, bahkan kepada Iblis sekalipun telah
di berikan ‘Shaad’ ini. Begitu juga atas
benda-benda yang di langit dan di bumi, telah diberikan ‘Shaad’ atas diri mereka itu, sesuai dengan peruntukkannya
masing-masing.
Iblis telah meminta ‘Shaad’
atas kuasa kegelapan ;
Iblis
menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, (QS.
38:82)
Maka karenanya Iblis memiliki
kemampuan dan kekuasaan untuk menyesatkan siapa saja yang di kehendakinya. Baik
jin ataupun manusia akan dengan mudahnya berada di dalam ‘kekuasaan’ Iblis. Kuasa atas ‘Shaad’ atas kunci
kegelapan telah diberikan kepada sang Iblis. Meskipun Iblis sangat sadar atas
pilihan yang di ambilnya (yaitu) bahwa dengan meminta ‘shaad’ tersebut dia akan mendapatkan konsekuensi ~menjadi kekal di neraka !~.
Jika Iblis diberikan ‘kuasa’ alam
kegelapan. Maka manusia telah di berikan ‘Shaad’ atas ‘kekuasaan’ alam materi. Maka alam materi semuanya akan
tunduk untuk dipergunakan sebagai apa saja oleh manusia. Inilah ‘fitrah’ awal
manusia yang di berikan kepada bapak para nabi (Adam). Maka dengan ‘kekuasaannya’ ini manusia akan mampu menciptakan
apa saja di era teknology ini. Dengan ‘Shaad’ ini manusia mampu membangun peradaban dunia sebab kunci ‘Shaad’ ada di tangan manusia.
Maka kepada manusia, di harapkan
berlomba-lomba untuk mendapatkan ‘Shaad’ ini. Kepada seluruh umat manusia, siapa saja, dari suku apa
saja, beragama apa saja ‘dipersilahkan’ untuk mendapatkan ‘Shaad’ ini. Silahkan berusaha untuk
mendapatkan bagiannya masing-masing. (Yaitu) kekuasaan manusia atas matery (teknology).
Sebab sekali lagi, bahwa ‘Shaad’ ini telah sejak awal diberikan kepada bapak manusia (Adam).
Maka ‘celakalah’ manusia yang tidak
mau mengejar untuk mendapatkan ‘Shaad’ ini, dia akan
akan menjadi bangsa (kaum) yang tertinggal dalam peradaban. Sebab karena itulah
hukum-Nya yang di symbolkan dengan ‘Shaad’. Sunatullohnya begitu.
Di harapkan kepada umat muslim mengerti hukum ini. Itulah isyarat Al qur an.
Namun kepada manusia-manusia lainnya
ada tambahan ‘bonus shaad’ yang lainnya, yang diberikan sebagai ‘wakil’nya di dunia,
manusia yang menjadi saksi-Nya bahwa Dia ber-kuasa atas segala sesuatu atau pun
juga yang diberikan-Nya sebagai ujian kepada manusia dalam skenario-Nya
menyempurnakan jiwa manusia;
Kemudian
kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja
yang dikehendakinya, (QS. 38:36)
dan (Kami
tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam,
(QS. 38:37)
dan
syaitan yang lain yang terikat dalam belenggu. (QS. 38:38)
Inilah
anugerah kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu
sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab. (QS. 38:39)
Jika kuasa kegelapan, ‘Shaad’nya diberikan kepada Iblis , sehingga Iblis memiliki
kekuasaan atas syetan, (yaitu) adalah makhluk-makhluk yang berada di alam
kegelapan. Sehingga karenanya Iblis merajai dan menjadi Penguasa kegelapan.
Maka dunia sebaliknya, yaitu ‘dunia cahaya’ atau ‘dunia
terang’ , ‘Shaad’nya di kuasakan kepada Malaikat Jibril. Jibrillah yang
membawa ‘cahaya’ Al qur an.
Demikian juga halnya jika alam matery
yang terlihat dan mampu di indrai, ‘Shaad’ nya di kuasakan kepada manusia
maka alam ghaib, ‘Shaad’ nya di kuasakan kepada para Jin. Para Jin lah yang membangun
peradaban dunia mereka sendiri. Dunia ‘ghaib’ yang ‘mirip’ sebagaimana dunia
manusia.
Sebab ‘Shaad-shaad’ telah dikuasakan kepada masing-masingnya, maka Allah kemudian
memberikan petunjuknya melalui Al qur an agar baik jin atau manusia yang
menghuni dunia ini, menjadi sadar dan mampu menjadikan ‘Al fur qon’ ini menjadi ‘pembeda’ atas
‘gelap’ dan ‘terang’ agar mereka menjadi sempurna jiwanya. Menjadi makhluk yang
mulia. Allah yang akan mengawasi dan menjadi hakim atas ‘Shaad’. Siapakah orang yang paling baik amalnya. Ketika di manahkan
atas mereka ‘shaad’ ini. Sungguh Allah akan
meminta pertanggung jawaban perihal ini.
Dengan pemahaman tersebut maka
rangkaian ayat-ayat ini menjadi mudah dipahami, bagaimana Allah telah
menetapkan konsekuensi atas masing-masing ‘amanah’ ;
Iblis
menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya” (QS.
38:82)
“kecuali
hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka,” (QS. 38:83)
Allah
berfirman: “Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang
Ku-katakan”. (QS. 38:84)
“Sesungguhnya
Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan
orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.” (QS. 38:85)
Begitulah konsekuensinya. Maka kepada
siapapun makluk-Nya, yang dititipi amanah ‘Shaad’ , berlaku sumpah Allah sebagaimana dimaksud ayat tersebut.
Karenanya, siapapun yang mengikuti dan berkiblat kepada Iblis maka dia
akan menjadi penghuni neraka, dan dia kekal di dalamnya. Maka kenapakah para
pimimpin negeri ini tidak memahami symbolisasi ini.
Kuasa kegelapan, ‘Shaad’nya diberikan kepada Iblis ,
sehingga Iblis memiliki kekuasaan atas syetan, (yaitu) adalah
makhluk-makhluk yang berada di alam kegelapan. Sedangkan ‘dunia cahaya’ atau ‘dunia
terang’ , ‘Shaad’nya di kuasakan kepada Malaikat Jibril.
Menjadi hikmah kita semua bahwasanya
(bagi manusia yang berakal) kita akan terus berusaha untuk
mendapatkan makom ‘mukhlis’ inilah wilayah steril, sebab ‘Shaad’ Iblis tidak berlaku di wilayah (makom) ini, Iblis pun
tidak dapat masuk, untuk memperluas daerah kekuasaannya
disini. Maka jiwa manusia se-harus-nya memasuki (berada) di makom ‘mukhlis’
ini. Agar lepas dari ‘kekuasaan’ Iblis. Sehingga kita berada pada Shaad Jibril berada didunia cahaya.
⏩ Bersambung ke episode 5
https://samudrasimbol1.blogspot.com.au/2018/02/episode-5-kajian-simbol-alif-lam-mim.html
No comments:
Post a Comment