8. KAJIAN SIMBOL ‘Ya Sin’
Yaa Siin . (QS. 36:1)
Demi
Al-Qur’an yang penuh hikmah, (QS. 36:2)
Rangkaian kajian ‘membaca’
ini masih terus dihantarkan. Demi Al qur an yang penuh hikmah. Hikmah
yang ‘tersembunyi’. Hikmah yang
meliputi dan menyelimuti bahasa symbol.
Demi kemuliaan manusia itu sendiri. Maka manusia diharapkan mampu berkomunkasi
dengan bahasa-bahasa symbol dalam Al qur an. Inilah dimensi keyakinan penulis
Maka dengan rendah hati kajian ini dihantarkan.
Sepanjang beradaban manusia, entah
sudah berapa triliun kali surah ini di baca dan sudah pasti lafad ‘Ya Sin’ menjadi ayat yang pertama kali di
baca. Maka menjadi tak terhitung banyaknya symbol ini terus di ulang dan
di lafadkan umat muslim.
Keberadaan surah ‘Ya Sin’ yang sudah menjadi bagian hidup umat dalam keseharian
mereka. Menjadi niat dan pemikiran tersendiri, menjadi daya dorong
‘membaca’ atas apa yang ingin dikomunikasikan Al qur an terhadap
manusia. Atas makna hakekat symbolisasi Ya dan sin pada awal surah?.
Semoga hasil ‘membaca’ ini bermanfaat adanya. Meskipun penulis menyadari bahwa
setiap diri akan menyodorkan hasil ‘bacaan’
mereka masing-masing. Namun penulis tetap memberanikan diri mengusung
hasil ‘bacaan ini’ kepada sidang pembaca. Maka serasa senantiasa memohon
ampunan-Nya, kajian ini dihantarkan ke hadapan anda.
Eksistensi yang dipersoalkan
Maklumat Allah sudah mati, bagai dentuman bom yang diledakan oleh
seorang Nietzshe, meski sudah sangat lama, gaungnya sampai merambah ke
jaman milienium ini. Terutama Allah orang Kristen, baru kemudian Allah-Allah
lainnya. Dalam bukunya The
Antichrist (1888) ia menyatakan bahwa maklumat tentang kematian Allah
dianggap sebagai akhir segala kemungkinan perlindungan dari kekuasaan
supernatural. Dan karenanya manusia menjadi bebas, seluas-luasnya untuk
menentukan nasibnya sendiri-sendiri. (Manusialah
yang berhak menentukan Eksistensi dirinya sendiri. Seluruh alam semesta ini
tergantung kepada Eksistensi manusia).
Sayangnya, Nietzshe tak mampu berbuat
apa-apa ketika sakit menggerogoti dirinya sepanjang kehidupannya. Dia tidak
mampu sebagaimana gagasannya (yaitu) manusia bebas dalam segala hal. Dan bisa
berbuat apa saja, semau dirinya. Manusia dalam Eksistensi absolut. Ternyata dia
harus tunduk terhadap sakitnya. Tidak ada yang mampu diperbuatnya
atas sakit yang diderita-nya bertahun-tahun. Dia hidup dalam kepayahan, raganya
tak sehebat apa yang dikatakannya. Dan ironis sekali dia tak mampu menerima
kenyataan, akhirnya dia menderita depresi akut dan meninggal dalam keadaan
sakit jiwa pada tahun 1900.
Namun sayang sekali, gagasan
Nietzshe ternyata telah terlanjur menyeruak, jauh menembus lubuk hati
manusia. Tak lekang dimakan zaman. Nietzshe dengan gemilang menyusupkan sel
telurnya, agar menetas dimana saja di dalam kesadaran manusia. Maka kita dapati
banyak sekali saat manusia mengalami musibah, maka dalam dirinya muncul
pemberontakan ala Nietzshe. Mereka menghujat dan mempertanyakan Eksistensi Tuhan sebab takdir yang
menimpa dirinya.
Kesadaran kolektif manusia telah
menjadi inang lahirnya Neo- Nietzshe, yaitu orang-orang yang telah
membunuh Tuhannya sendiri di dalam kesadarannya. (Tidak menganggap Tuhan
ada yang mengatur dengan Qodho dan
Qadar-Nya). Maka kelahiran Neo- Nietzshe adalah anak tiri yang lahir
dibidani manusia-manusia yang merasa beragama namun tidak pernah
menganggap bahwa Eksistensi Tuhan melekat dengan segala sifat dan keagungannya.
Tuhan dianggap hanyalah bentuk legitimasi sosial, agar dianggap sebagai
kelompok elit dengan ‘kesucian’ yang
menjadi ‘stigma’ di dalamnya.
Eksistensi Tuhan tergantung kepada
eksistensi manusia. Inilah gagasan yang diusung oleh Nietzshe. Maka anak
tirinya, Neo- Nietzshe memperlakukan Tuhan dengan seenaknya
sendiri. Sebab toh, Tuhan hanya berada dalam kesadaran mereka sendiri. Jika
kesadaran mereka bilang ”ada” maka Tuhan akan “ada”. Namun jika kesadaran
mereka bilang “tidak ada” maka Tuhan juga menjadi “tidak ada”. Sebab faktanya
keberadaan Tuhan tidak dapat di buktikan secara empiris. Itulah yang diyakini
mereka.
Berbeda dengan Nietzshe yang
mengambil jalur ateisme ekstrem, langsung menyerang ke jantung Agama Kristiani.
Neo- Nietzshe justru kebalikannya. Mereka adalah orang-orang yang secara normal
berkehidupan layak dan beragama. Namun tingkah laku mereka telah mengabaikan
perintah dan larangan Tuhannya. TUHAN TELAH MATI !. Bagi kesadaran mereka
sepertinya begitu. Namun raga mereka tetap ingin dianggap sebagai makhluk
beragama.
Islam jelas sangat menolak dan
menentang cara pandang model Nietzshe, maupun Neo-Nietzshe dan juga
derivatifnya.
Meskipun Islam sangat mengakui
Eksistensi (diri) manusia namun Islam memilah dengan tegas bahwa
Eksistensi (diri) manusia sangat tergantung kepada Eksistensi Tunggal.
Keberadaan manusia hanyalah tergantung atas ke Maha Kasih Sayang-NYa.
Disinilah wilayah peperangan manusia,
wilayah keasadaran yang akan mudah sekali di ‘tunggangi’ oleh
pemikiran-pemikiran yang ;memberontak’ atas eksistensi di luar dirinya, yang
mencoba membelenggu ‘kebebasan’ mereka. Mereka merasa eksistensi diri mereka
terancam karena itu. Kesadaran agama dianggap telah memebrangus eksistensi diri
mereka. Maka mereka berusaha ‘mematahkan’ ikatan agama yang membebani dan
‘membelenggu’ kebebasan mereka selama ini.
Nanti dalam bahasan selanjutnya akan
kita lihat bagaimana symbolism Al qur an akan mampu menjelaskan dengan sangat
lugas dan sederhana, fenomena jiwa yang mengalami kecenderungan ke arah
sana itu. Fenomena ini sungguh sangat nyata, bukan saja terjadi pada kaum
Nietszhe namun bagi umat muslim pun, banyak jiwa yang mengalami kecenderungan
seperti itu.
Saling ketergantungan
Eksistensi
Islam mengakui bahwa setiap diri
manusia membutuhkan eksistensi, yaitu sebuah pengakuan atas keberadaan
setiap ‘jati diri’ manusia di muka bumi ini. Karenanya setiap manusia
telah di ciptakan pasangannya. Untuk saling menguatkan satu sama lainnya.
Saling menjadi saksi.
Sekali lagi kami ulang, maka setiap ‘jati diri’ selalu ada ‘pasangan’nya agar tidak merasa sendiri untuk
saling menguatkan ‘kesaksian’ yang dibuat oleh masing-masing ‘jati diri’ tersebut. Sehingga dengan saling menyaksikan inilah,
manusia tidak merasa sendiri hidup di dunia ini. Inilah sunatulloh. Hukum alam
yang berlaku semenjak dahulu hingga sekarang ini.
Sebagaimana nabi Adam yang tatkala itu hidup sendirian, dia
dalam kesedihan yang akut. Maka di ciptakannya Hawa sebagai pendampingnya.
Inilah yang ingin disampaikan.
Setiap manusia yang mengetahui
sesuatu hal sendirian, dan tidak ada satupun orang yang
menguatkannya dia akan merasa sendirian, dia akan berada di dalam
kesepian. Maka sudah menjadi kewajaran jika dia akan mencari saksi lain yang
akan mampu menguatkannya. Dia mencari pasangan di alam semesta, mungkin (juga)
tidak bersama golongan manusia. Menjalin tali silaturahiem dengan alam semesta.
Filosofi yang menyaksikan dan yang
disaksikan, menjadi filosofi yang sangat penting bagi keberadaan sebuah
eksistensi diri. Inilah pengakuan Islam atas eksistensi diri manusia. Bahkan
Allah sendiri bersumpah atas ini.
Demi hari yang dijanjikan. Demi yang menyaksikan dan yang disaksikan. (QS. Al Buruj,
2-3).
Skema yang menyaksikan dan yang disaksikan akan saya
berikan ilustrasi sbb:
Jika A menyaksikan C
Jika B menyaksikan C
Maka B akan mampu menjadi saksi atas apa-apa yang
disaksikan A. Dan begitu juga sebaliknya A akan mampu menjadi saksi atas
apa-apa yang di saksikan B.
Yang menjadi masalah adalah, apakah kesaksian A di akui
oleh C. Siapakah yang diakui kesaksiannya oleh C ?. Ini menjadi soal lain !.
Bagaimana jika hanya B yang di akui kesaksiannya oleh C ?.
Jika kesaksian B diakui oleh C maka kesaksian A pun akan
ikut serta di akui oleh C, sebab B dianggap kompeten. Oleh karenanya jika B
menguatkan kesaksian A maka kesaksian A akan diperlakukan sma sebagaimana
kesaksian B. Dikatakan bahwa berkat kesaksian (safaat) yang menguatkan dari B
maka kesaksian A diakui oleh C.
Kesaksian-kesaksian tersebut akan saling menguatkan inilah
penjelasan Eksistensi diri yang menyaksikan dan yang disaksikan.
Bagi pembaca yang sering berkecimpung di persidangan
tentunya akan lebih mudah memberikan ilustrasi. Bagaimana sang Hakim tentunya
akan meminta kesaksian dari terdakwa dan saksi ahli (saksi kunci). Kesaksian
mereka semua akan menentukan nasib terdakwa.
Pemahaman ini sengaja saya
sandingkan, untuk mempertegas pemahaman yang akan saya usung, yaitu pemahaman
yang melatari symbol Yaa siin. Yang menyaksikan dan yang disaksikan telah di symbolkan
dengan sederhana dengan huruf Yaa dan Siin. Inilah pemahaman pertama yang mengawali kajian.
Apakah sesederhana itu?. Tentu saja
tidak !. Lebih dari itu, makna symbol sangat agung sekali. Maka sebelum
memasuki lebih jauh, saya mohon kepada pembaca untuk mengendapkan terlebih
dahulu ilustrasi yang saya sampaikan.
Syafaat Rosululloh
Yang menjadi
masalah adalah, apakah kesaksian ‘jiwa’ kita pada saat telah berada di dunia
kemudian diakui oleh Allah ?.
Bagaimanakah jika
kesaksian jiwa kita tidak diakui oleh Allah?.
Sebab banyak
kejadian bahwa apa yang kita sangkakan menyembah Allah, hakekatnya adalah tidak
seperti keadaannya.
Inilah persoalannya !. Persaksian
kita atas Lailaha ilallah.
Apakah diakui oleh Allah?. Betulkah yang kita sembah adalah Allah?.
Jangan-jangan adalah sesuatu yang kita sangka-sangka saja?. Inilah persoalan
yang senantiasa menjadi ‘kegamangan’
jiwa manusia. Banyak sudah kajian (saya) mengulas dan dalam membahas
permasalahan ini. Sangkaan manusia bahwa dia sudah menyembah Allah yang benar.
Menjadi persoalan tersendiri. Manusia menyintai ‘selain Allah’ lain sebagaimana mereka menyintai Allah. Begitulah
keadaan pada umumnya.
Kerenanya pemahaman selanjutnya ini (menurut) saya
menjadi sangat penting, menjadi kunci penghubung diantara ‘problematika’
itu. Penting sekali bagi kita manusia untuk mengambil pasangan persaksian ‘jiwa’, yang akan menguatkan
‘kesaksian’ dirinya nanti.
(Yaitu) mengambil persaksian atas Muhamadarosululloh
sebab Rosululloh nantinya yang akan menjadi saksi atas apa-apa yang sudah
dipersaksikan oleh ‘jiwa’ kita manusia. Maka umat muslim diharapkan mengikuti
sunah Rosul. Sebagai bentuk pengakuan atas kesaksian kita atas nabi.
Selanjutnya jika kita sudah mengikuti sunnah maka
Rosululloh yang akan menguatkan persaksian kita di akherat nanti atas
usaha dan upaya keras kita dalam menjalankan kewajiban kita sebagai
‘saksi’-Nya. Inilah makna atas hakekat yang menyaksikan dan yang disaksikan.
Kaidah pertama yang saya hantarkan dalam memahami symbol Yaa siin.
Kesaksian-kesaksian tersebut akan saling menguatkan (keadaan) Eksistensi diri atas yang menyaksikan dan yang disaksikan.
Mengapa kita harus mengambil pasangan persaksian kita
adalah Rosululloh?
Siapakah manusia yang sejak semula
keberadaannya di dunia ini sudah diakui persaksiannya oleh Allah?.
Tidak lain dan tidak bukan manusia paripurna itu adalah Muhammad SAW. Nah,
kalau begitu selanjutnya kita sudah dapat memastikan dan merangkaikannya sendiri.
Mengapakah kita mesti memberi kesaksian kita juga terhadap Muhammad SAW sebagai
Rosululloh. Sebab inilah kesaksian Allah atas nabi.
“Sesungguhnya kamu
(Muhammad) salah seorang dari rasul-rasul” (QS. 36:3)
“(yang
berada) di atas jalan yang lurus” (QS. 36:4)
Inilah persaksian Allah atas Muhammad
SAW yang disampaikan kepada kita. Allah sendiri dalam firman-Nya telah
menegaskan bahwa Muhammad SAW adalah rosul Allah yang diperkenankan untuk
menjadi ‘saksi’ atas umat-umat Muhammad
SAW.
Oleh karena sebab itulah, kita wajib
memilih pasangan (dalam persaksian) kita yaitu; untuk mengambil diri Rosululloh sebagai pasangan yang
akan menjadi saksi yang menguatkan kesaksian kita. (Pemahaman ini akan menjadi pemahaman serangkai dengan Syahadat)
Rosululloh yang akan ‘menilai’
setiap kesaksian ‘jiwa’ kita. Rasulullah akan menjadi saksi ‘ahli’ yang menguatkan ‘kesaksian’ yang kita berikan.
Rosullohlah nanti yang akan menyelamatkan diri kita dihadapan Allah pada saat
hari ‘pengadilan nanti.
Maka
keadaannya jika kesaksian kita
diakui oleh Rosululloh, Insyaallah kesaksian kita juga akan diakui oleh
Allah. Inilah makna pentingnya ‘syafaat’
Rosululloh kepada kita.
Sebab dengan syafaat
Beliaulah, nantinya (yang) akan menyelamatkan ‘jiwa’ kita.
Banyak umat muslim di hari nanti yang akan terselamatkan dari ‘azab’ Allah
sebab syafaat Beliau ini. Maka jangan ragu dan segan-segan bagi kita yang
yakin untuk terus ber’sholawat’ atas diri nabi Muhammad SAW. Menjaga
sunnah-sunnahnya. Menjalin ‘rahsa’ sambung kepada Beliau tanpa putus demi
kepentingan kita sendiri.
Inilah pemahaman pertama yang saya usung atas symbol Yaa siin.
Perjanjian dalam ikatan suci
Marilah kita implementasikan skema
yang menyaksikan dan yang disaksikan yang menjadi ilustrasi dalam kajian kita
ini, maka kita akan dapati pemahaman sbb:
Bahwa ‘jiwa’ (kita) manusia menyaksikan dan bersaksi
bahwa Allah adalah
Tuhannya.
Bahwa Rosululloh menyaksikan dan bersaksi bahwa Allah adalah Tuhannya.
Jiwa-jiwa manusia akan senantiasa diminta
persaksiannya. yaitu. “Persaksian bahwa Tiada Tuhan selain Allah bahwa Allah
adalah Tuhan manusia, Raja manusia, Sesembahan manusia, Yang menguasai hari
pembalasan, Dia yang maha Esa, Tidak beranak dan diperanakan, Tempat
bergantungnya segala sesuatu dan Tiada sesuatupun yang menyamainya”. Maha suci,
Maha Tinggi, Maha Besar, Segala puji bagi-Nya. Dll. Inilah persaksian
yang akan dimintakan kepada ‘jiwa-jiwa’
manusia.
Persaksian ini sejak awalnya, jauh
sebelum manusia di lahirkan sudah dimintakan ‘Perjanjian’ nya. Pada saat
itu ‘jiwa’ manusia di ikat dalam suatu:
‘Perjanjian ikatan
suci yang tidak mungkin bisa diputuskan’ oleh siapaun dan oleh apapun.
Ikatan ikrar sumpah ‘janji
suci’ yang teramat agung antara ‘jiwa’
manusia dan Tuhannya, yang terus akan dimintakan pertanggung jawabannya hingga
akhirat nanti. Telah dijelaskan hal ini dalam firman-Nya sbb;
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al A’raf: 172)
Inilah uraian pemahaman kedua yang saya usung atas makna symbol ‘Ya sin’. Menjadi inti atas pemahaman lainnya yang menyelimuti makna.
Yaa siin adalah symbol adanya ‘perjanjian ikatan suci’
antara jiwa manusia dan Tuhannya. Antara hamba dan Kholik.
Dan Rosululloh menjadi saksi atas adanya ‘perjanjian’ ini.
Menjadi satu rangkaian kesaksian yang menyaksikan dan yang
disaksikan.
Dalam satu symbol ‘Ya Sin’ !.
Manifestasi atas ‘perjanjian ikatan suci’
ini menjadi keyakinan banyak agama lain. Hanya penerapannya saja yang
berlainan. Agama Katolik Roma mengimplementasikan kepada ‘tali’ perkawinan
yaitu apa yang sudah dipersatukan dengan ikatan perjanjian suci oleh Tuhan,
dalam suatu perkawinan tidak dapat diputuskan oleh manusia. Hanya Tuhan
sendirilah yang berhak memutuskan. Begitulah mereka memaknai symbolisme ini.
Banyak sekali hakekat ‘perjanjian
ikatan suci’ ini kita dapati di alam semesta.
Bulan mengikuti Bumi dan Bumi
mengikuti Matahari, masing-masing dalam garis edarnya. Malam dengan siangnya
dan diantara keduanya tidak saling mendahului. Mereka semua patuh atas ‘perjanjian’ mereka dengan Tuhannya.
Begitu juga terserakk di mikrokosmos. Ikatan antara atom yang membentuk
senyawa. Dan seluruh keadaan alam semesta ini dalam ‘perjanjian’nya
masing-masing. Maha besar Allah.
Banyak sekali ungkapan-ungkapan
perihal ini, yang senada, terserak di dalam ayat-ayat surah ‘Ya sin’. Semua di maksudkan untuk mengingatkan manusia atas ikrar
‘perjanjian
ikatan suci’ kepada Tuhannya. Maka dengan pemahaman ini terjawab
sudah pertanyaan selama ini yang sudah terpendam berpuluh tahun.
Setiap ‘jiwa’ manusia di harapkan untuk
senantiasa membaca surrah ‘Ya sin’. Dalam majelis-majelis
senantiasa didawamkan surah ini. Menjadi kajian sepanjang jaman. Umat muslim
senantiasa mengadakan pengajian rutin untuk membaca surah ini. Kepada jiwa yang
mau mati disunnahkan untuk dibacakan surah ‘Ya sin’. Kesemuanya itu
dimaksudkan agar jiwa manusia senantiasa mengingat ‘perjanjian ikatan suci’
dan berkomitmen untuk melaksanakan serta menjaga ‘perjanjian’ yang telah
dibuatnya sendiri.
Semua itu
adalah untuk menguatkan dan mengingat ‘perjanjian ikatan suci’ yang sudah di
ikrarkan jiwa manusia, sejak awal dahulu. Janji manusia kepada Tuhannya untuk
menjadi ‘saksi’-NYA.
Inilah rangkaian pemahaman atas makna
symbol ‘Ya sin’ yang saya hantarkan. Sungguh diri tertunduk amat dalam,
menangis tak tertahan dalam sendu membekap. Dada serasa nyeri memahami hakekat
ini. Begitu sempurnanya Al qur an. Begitu kasihnya Allah kepada kita.
Manusia diajarkan untuk selalu membaca ‘perjanjiannya’ sendiri. Mengulang-ulang
agar dirinya ingat kembali. Agar manusia tidak lupa dan terlena akan kehidupan
dunia.
Manusia diharapkan ber-komitmen dengan ‘perjanjian ikatan suci’ yang
sudah di buatnya sendiri. Jangan sampai manusia nanti pulang tanpa arti. Lupa
dengan ‘perjanjian’ ini. Maka wajar saja jika surah ‘Ya sin’ senantiasa di
bacakan kepada manusia. Kepada manusia yang hidup, kepada manusia yang mau
mati, bahkan kepada manusia yang sudah meninggal sekalipun, senantiasa
bacaan ini di kirimkan dan senantiasa di ulang-ulang. Inilah ‘perjanjian’
kita. Diri ini sekarang menjadi mengerti. Allah hu akbar.
Maka insyaallah dengan hanya membaca symbol ‘Ya sin’, diri menjadi teringat akan
adanya ‘perjanjian’ ini. Subhanalloh.
⏩ Bersambung ke episode 9
https://samudrasimbol1.blogspot.com.au/2018/02/episode-9-kajian-simbol-nun.html
Pemahaman ‘Ya sin’ pertama: Jika
kesaksian kita diakui oleh Rosulullah, Insya allah akan diakui oleh Allah.
Inilah pentingnya ‘syafaat’
Rosululloh kepada kita yang nantinya akan menyelamatkan ‘jiwa’ kita.
Pemahaman kedua ‘Ya sin’ adalah symbol adanya ‘perjanjian
ikatan suci’ antara jiwa manusia dan Tuhannya. Antara hamba dan Kholik. Dan Rosululloh menjadi saksi atas adanya ‘perjanjian’ ini. Menjadi satu rangkaian kesaksian yang
menyaksikan dan yang disaksikan.
No comments:
Post a Comment